Bunga Champa*

komunitas bunga

Katakan saja aku menjelma jadi bunga champa,

ini sekadar kelakar, tapi akulah bunga yang tumbuh

di dahan pohon tinggi, berayun lambai di lalu angin,

tertawa dan menari di atas pucuk-pucuk daunan,

tahukah kau adalah itu aku, ibu?

Kau akan berseru, “Sayangku, dimana kau, anakku?”

Aha, aku tergelak sendiri tapi tetap diam sembunyi.

Aku akan memekarkan mahkotaku, perlahan tersipu,

dan menyaksikan engkau, ibu, sibuk dengan kerjamu.

Usai mandi, rambutmu basah terurai di bahumu,

kau melangkah di bawah bayang pohon champa,

ke sudut halaman di mana kau lafalkan doa-doa,

kau nikmati aroma bunga, wangiku yang tak kau tahu.

Lalu setelah makan tengah hari berlalu, kau duduk

di jendela membaca Ramayana, dan tedung bayang

pohon menyentuh rambut dan pangkuanmu, musti

kujatuhkan juga mungil bayanganku di halaman

bukumu, pada huruf-huruf halaman yang kau baca.

Kau duga, ibu? Bayang kecil itu bocah cilikmu?

Lalu di malam hari, kau menengok kandang sapi,

di tanganmu nyala lentera, aku tiba-tiba menjatuhkan

diri ke bumi, dan menjelma kembali bocah kecilmu,

dan memohon engkau mendongengkan cerita.

“Dari mana saja, kau anak nakal?”

“Aha, tak akan kuberi tahu, ibu.” Begitulah kataku

dan begitulah juga katamu, kelak kemudian, kan?

* Syair ke-15 dari rangkaian 40 Syair The Crescent Moon.

(Sumber)