Apa Hukum Sholat Berjamaah dengan yang Bukan Mahram?

Seruni.id – Sholat berjamaah merupakan salah satu ibadah yang pahalanya besar sekali hingga 27 derajat dibandingkan dengan sholat munfarid (sendirian). Namun, jika kita melaksanakan sholat berjamaah dengan yang bukan mahram dan hanya berdua saja, apakah tetap berlipat ganda pahalanya atau malah menjadi tidak sah?

Sekjen Majelis Intelektual Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Ustaz Bachtiar Natsir menjelaskan, Islam menegaskan bahwa diharamkan bagi laki-laki berdua-duaan dengan perempuan yang bukan mahramnya, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis Nabi SAW.Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

”Jangan sampai seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang perempuan, kecuali dia ditemani mahramnya.” (HR. Bukhari 5233 dan Muslim 1341)

Kemudian dari Umar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”Jangan sampai seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang perempuan. Jika terjadi makhluk ketiganya adalah setan.” (HR. Ahmad 177, Turmudzi 2165, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)

Seorang laki-laki dimakruhkan shalat dengan perempuan yang bukan mahramnya (bukan muhrim menurut istilah orang awam).

Imam Nawawi menjelaskan, yang dimaksud makruh di sini adalah makruh tahrim alias haram. Itu dinyatakan haram jika memang berdua-duaan. Sekalipun dalam kondisi ibadah, kita diperintahkan untuk menghindari segala bentuk fitnah. Tak terkecuali fitnah syahwat.

Penjelasan an-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab,

المراد بالكراهة كراهة تحريم هذا إذا خلا بها: قال أصحابنا إذا أم الرجل بامرأته أو محرم له وخلا بها جاز بلا كراهة لأنه يباح له الخلوة بها في غير الصلاة وإن أم بأجنبية وخلا بها حرم ذلك عليه وعليها للأحاديث الصحيحة

Yang dimaksud makruh dari keterangan beliau adalah makruh tahrim (artinya: haram). Ini jika lelaki itu berduaan dengan seorang perempuan. Para ulama madzhab Syafii mengatakan, apabila seorang lelaki mengimami istrinya atau mahramnya, dan berduaan dengannya, hukumnya boleh dan tidak makruh. Karena boleh berduaan dengan istri atau mahram di luar shalat. Namun jika dia mengimami wanita yang bukan mahram dan berduaan dengannya, hukumnya haram bagi lelaki itu dan haram pula bagi si wanita. (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, 4/277).

Bahkan an-Nawawi juga menyebutkan keterangan dari Imam as-Syafii, bahwa beliau mengharamkan seorang laki-laki sendirian, mengimami jamaah wanita, sementara di antara jamaah itu, tidak ada seorangpun lelaki. Kata an-Nawawi,

ونقل إمام الحرمين وصاحب العدة.. أن الشافعي نص على أنه يحرم أن يصلي الرجل بنساء منفردات إلا أن يكون فيهن محرم له أو زوجة وقطع بانه يحرم خلوة رجل بنسوة إلا أن يكون له فيهن محرم

Imamul Haramain dan penulis kitab al-Uddah.., bahwa Imam as-Syafii menegaskan, haramnya seorang laki-laki mengimami jamaah beberapa wanita tanpa lelaki yang lain. Kecuali jika ada diantara jamaah wanita itu yang menjadi mahram si imam atau istrinya. Beliau juga menegaskan, bahwa terlarang seorang lelaki berada sendirian di tengah para wanita, kecuali jika di antara mereka ada wanita mahram lelaki itu. (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, 4/278).

Yang dihukumi haram adalah kondisi berdua-duaan, yang itu terlarang secara syariat. Jika terjadi jamaah 2 orang lelaki dan perempuan, namun tidak berdua-an, karena di sekitarnya ada beberapa orang.

Namun, Baitul Masail NU menjelaskan, haramnya shalat dengan bukan muhrim, bukan berarti shalatnya tidak sah. Bahtsul Masail menjelaskan, meski dihukumi makruh tahrim atau haram, shalat berjamaah dengan perempuan yang bukan mahram atau dengan pacar sebagaimana dijelaskan di atas adalah tetap sah, sebab, keharaman shalat berduaan dengan pacar atau perempuan yang bukan mahramnya karena adanya sesuatu yang berada di luar shalat, yaitu berkhalwat atau berduaan dengan perempuan yang bukan mahramnya, sedang berkhalwat tersebut bisa terjadi melalui perantara shalat dan yang lainnya.

Hal ini tentu berbeda dengan suami yang mengimami istrinya atau seorang kakak laki-laki yang mengimami adiknya meskipun mereka hanya berduaan. Jika itu yang terjadi maka tidak mengapa karena keduanya sama-sama dihukumi sebagai mahram. Harus diwaspadai adalah ketika berjamaah dengan saudara sepupu, istri atau suami dari kakaknya ayah atau ibu, ipar, paman dari suami, anak dari saudara suami dan semacamnya, karena meskipun mereka memiliki hubungan kerabat dengan kita, tetapi mereka bukan termasuk mahram kita. Untuk itu kita harus mengingat kembali siapakah yang disebut sebagai mahram untuk kita.

Oleh karena itu, kesimpulan dari hukum ini adalah:

  1. Seorang laki-laki tidak boleh mengimami seorang wanita yang bukan mahramnya.
  2. Dua orang laki-laki boleh berjamaah dengan seorang wanita dengan syarat ada orang lain di dalam masjid sehingga tidak berdua-duaan.
  3. Satu orang laki-laki boleh menjadi imam untuk beberapa wanita dengan syarat ada mahram dari sang lelaki diantara wanita-wanita tersebut.
  4. Kondisi paling aman adalah ketika dua atau lebih laki-laki berjamaan dengan beberapa wanita.
  5. Waspadai berjamaah berduaan dengan kerabat yang bukan mahram kita.

 

Wallahualam…

-dari berbagai sumber-