Efek Negatif Wanita Bekerja di Luar Rumah

islamidia.com

Seruni.id –  Allah SWT memberikan tanggung jawab kepada laki-laki untuk memberikan nafkah kepada keluarganya. Ia berperan sebagai tulang punggung keluarga, yang seharusnya bekerja untuk mendapatkan penghasilan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga. Tapi, banyak kita temukan hal yang sebaliknya yaitu wanita yang bekerja keluar rumah.

Banyak kita temukan laki-laki lebih sering berdiam diri di rumah dibandingkan keluar untuk bekerja. Banyak wanita bekerja di luar rumah demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Dan ada pula wanita bekerja di luar rumah meskipun sang suami telah bekerja.

Bekerjanya seorang wanita terkadang memang benar-benar suatu kebutuhan. Misalnya wanita itulah yang menanggung dan menopang ekonomi keluarga setelah kematian suami atau ayahnya telah tua renta sehingga tak sanggup bekerja atau yang semisalnya.

Image result for wanita bekerja
media.ihram.asia

Namun demikian, di sebagian negara, karena nilai-nilai masyarakatnya tidak atas dasar nilai-nilai islami, maka terpaksa wanitabekerja untuk ikut menutupi kebutuhan rumah tangga bersama suaminya, bahkan seorang laki-laki tidak mau meminang kecuali kepada wanita yang telah bekerja, lebih dari itu sebagian mereka dalam akad nikahnya mensyaratkan agar calon istrinya itu bekerja.

Baca Juga: Inilah Salah Satu Hak Wanita Bekerja Yang Harus Diketahui

Jika suami Anda masih mampu memberi nafkah, sebaiknya Anda tidak perlu bekerja di luar rumah. Mengapa demikian? Dikhawatirkan dampak negatif bagi seorang wanita yang bekerja di luar rumah akan menimpa diri Anda. Dampak negatif itu di antaranya:

1. Timbulnya berbagai bentuk kemungkaran, seperti ikhtilath (pencampuran antara laki-laki dan perempuan tanpa hijab), yang berakibat saling berkenalan dan melakukan khalwat (berduaan), menggunakan wewangian untuk menarik laki-laki, memperlihatkan perhiasan kepada mereka, yang pada akhirnya bisa berlanjut jauh hingga pada perzinaan.

2. Tidak memberikan hak suami, meremehkan persoalan rumah dan melalaikan hak-hak anak.

3. Berkurangnya makna hakiki dari perasaan kepemimpinan laki-laki atas jiwa sebagian wanita.

Cobalah renungkan, seorang wanita yang membawa ijazah sama seperti ijazah suaminya bahkan terkadang ijazahnya lebih tinggi daripada ijazah suaminya (padahal ini tidak tercela), lalu dia bekerja dengan gaji yang terkadang lebih tinggi dari gaji suaminya. Apakah wanita seperti ini akan merasa perlu sepenuhnya kepada sang suami dan akan menaatinya dengan sempurna? Ataukah perasaan tidak butuh menyebabkan kemelut goncangnya bangunan rumah tangga secara mendasar? Kecuali wanita yang dikehendaki baik oleh Allah SWT. Demikianlah, persoalan nafkah atas istri yang bekerja serta nafkah kepada keluarga tidak akan berakhir.

4. Menambah beban fisik, tekanan jiwa dan sarah yang tidak sesuai dengan kodrat wanita.