Kontroversi Alat Penghemat Listrik

Alat penghemat listrik

Seruni.id – Sudah beberapa waktu belakangan marak promosi alat penghemat listrik baik berbentuk smart card yang bekerja dengan ion maupun kapasitor. Bahkan alat tersebut dijual bebas. Sebelumnya juga telah beredar alat listrik yang berbentuk kotak cukup besar.

Alat penghemat listrik ini mengklaim bahwa mereka merupakan solusi terbaik untuk mengurangi tagihan listrik di rumah, ruko, gedung, hotel, restoran, dll. Karena alat ini berfungsi menghilangkan daya semu / arus boros / rugi daya / induksi pada setiap peralatan elektronik yang terbuat dari kumparan seperti : AC, Kulkas, Mesin Cuci, Pompa Air, TV, Komputer, Lampu TL, Kipas Angin, dll.

Mereka juga mengklaim berfungsi untuk memaksimalkan daya terpasang dan mencegah sekring jatuh / anjloknya MCB di bawah kWh Meter karena kelebihan beban daya dengan menahan tarikan awal pada alat elektronik berdaya tinggi (Soft Start).

Dengan memasang alat penghemat listrik ini, maka akan mengurangi putaran kWh Meter sehingga menghemat biaya listrik yang harus kita bayar setiap bulan sampai dengan 40% secara legal tanpa melanggar PLN.

Namun, setelah dilakukan riset oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) alat tersebut tidak terbukti secara efektif mengurangi tagihan listrik. Hasil dari riset yang dilakukan PLN ini diungkapkannoleh Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu.

Jisman menyatakan bahwa alat penghemat listrik dalam bentuk kapasitor, secara teori bisa mengoptimalkan daya sesuai dengan penyambungan listrik dengan PLN sesuai dengan besaran pelanggan. Namun, tidak mengurangi rekening, hanya mengoptimalkan sesuai cost fee, misalkan pelanggan 2.200, bisa secara optimal, dimanfaatkan.

Baca juga: PLN Siaga Pasca Gempa Bumi 7,0 SR di Lombok

Jisman dalam diskusi energi Sindo Trijaya bertajuk Kontroversi Alat Penghemat Energi Listrik, di Warung Daun Cikini, Jakarta, Kamis (16/8/2018), mengatakan bahwa mengenai penghematan posisi PLN tentu mendorong ada gerakan tersebut, baik secara kebiasaan konsumen dan dari sisi teknologi. Hal itu senada dengan program pemerintah yang tengah melakukan penghematan energi secara nasional.

“Namun yang paling penting promosi harus elegan harus sesuai strandar, harus ada pengujian dan pembuktian bahwa alat tersebut berfungsi secara benar,” kata Jisman.

Jisman menyaranjan jika masyarakat ingin melakukan penghematan listrik bisa dilakukan hanya dengan perubahan pola perilaku.

“Misalkan jika sudah selesai dari kamar mandi segera matikan. Kalau menonton TV jangan TV yang menonton penonton,” ujarnya.

Dengan perubahan pola perilaku secara optimal, maka diyakini bisa mengurangi tagihan listrik 20%-30%. Selain hemat, perubahan pola perilaku ini tidak membahayakan diri sendiri.

“Bayangkan kalau pakai alat yang tidak teruji ketahannya? Kalau ditinggal dalam kurun waktu yang lama bisa terjadi korslet dan sebagainya,” ujar Jisman.