Menunda Amal Hingga Ada Waktu Luang, Kebodohan Jiwa

menunda amal

Seruni.id – Sering mendengar kalimat “berbuat baik jangan ditunda-tunda”? Ya, jangan menunda amal atau berbuat baik. Amal atau perbuatan baik harus segera dilaksanakan.

Dalam hadisnya, Nabi besar Muhammad SAW bersabda, “Perlahan-lahan dalam segala sesuatu itu baik, kecuali dalam perbuatan yang berkenaan dengan akhirat.” (H.R. Abu Dawud, Baihaqi dan Hakim).

Jadi, jika kita menunda amal kebaikan bisa menjadikan amal baik yang akan kita lakukan itu tidak terlaksana. Padahal kita tidak pernah tahu kapan ajal menjemput diri kita. Sangat bisa jadi karena menunda amal ajal keburu menjemput diri kita sehingga kita tidak sempat melakukan amal baik yang telah kita niatkan.

Tambahan lagi, bila kita menunda-nunda amal baik bisa menyebabkan niat kita menjadi berubah. Hal itu disebabkan jika kita menunda-nunda berbuat baik, sama dengan membuka kesempatan pada hawa nafsu dan kepada syetan untuk mengganggu dan menggoda diri kita. Seperti yang kita ketahui, hawa nafsu dan setan senantiasa mengajak kepada keburukan dan menghalangi untuk berbuat kebaikan.

Sedangkan berikut ni adalah alasan engapa kita tidak boleh menunda amal yang diungkapkan oleh Aunur Rafiq Saleh Tamhid, LC. Tulisan yang lugas dan mnyentil untuk seseorang yang seringkali menunda beramal.

Baca juga: Amalan yang Bisa Menunda Kematian

Simak tulisan berikut ini ya. Semoga bermanfaat.

Jangan Menunda Amal

Syaikh Ibnu Atha’illah as-Sakandari berkata:
احالتك الاعمال علي وجود الفراغ من رعونات النفس

Penundaanmu Terhadap Amal Hingga Ada Waktu Luang Termasuk Kebodohan Jiwa

Ini masalah yang penting. Masing-masing dari kita merasakannya. Jika kau tanya seorang muslim, “Apakah engkau menelaah kitab?”. Ia akan menjawab, “Tak ada waktu luang, tapi kalau ada kesempatan insya Allah aku akan menelaah”. Jika engkau tanya, “Apakah engkau membaca wirid-wirid?. Spontan ia menjawab, “Tak ada kesempatan…”.

Banyak orang menunda amal hingga ada waktu senggang. Padahal tabiat manusia cenderung berpindah dari satu tingkatan yang sempit kepada tingkatan yang lebih luas, baik dalam kebutuhan hidupnya maupun mata pencahariannya, sehngga ia selalu sibuk. Karena itu, barangsiapa yang menangguhkan amal ukhrawi menunggu adanya waktu senggang, maka ia tidak akan melakukan sesuatu. Itulah sebabnya, diantara adab mereka (salikin) adalah agar seseorang selalu berusaha melakukan amal-amal ukhrawi, seperti dzikir, tilawah al-Quran, menuntut ilmu dan lainnya.

Aturlah porsi waktu harianmu, dan sisihkanlah untuk amalan ukhrawimu. Sekali lagi, atur waktu harianmu demi amalan ukhrawimu, karena menata waktu pun bagian dari sunnah Nabi saw dan para sahabatnya.

“Amal yang paling dicintai Rasulullah saw adalah amal yang terus menerus dilakukan oleh orang yang melakukannya”. (Bukhari dan Muslim)

“Keluarga Muhamnad saw itu, bila melakukan suatu amal maka mereka senantiasa menekuninya”. (Muslim)

Dari kedua nash tersebut dapat dipahami bahwa masing-masing sahabat memiliki kebiasaan-kebiasaan yang permanen, baik shalat, qiyamul-lail, dzikir, tilawah al-Quran, dan amal lainnya. Semua itu merupakan aktivitas rutin para sahabat.

Seharusnya masing-masing dari kita juga mempunyai tradisi-tradisi tertentu sesuai dengan kebutuhan hati dan kondisinya, seperti dzikir, tilawah al-Quran, membaca buku, dan shalat-shalat sunah, disamping terus menjaga amalan-amalan wajib.

Secara kontinyu, upayakanlah terus untuk melaksanakan wirid-wirid tersebut. Misalnya, ketika sedang melakukan tugas-tugas rutin, lantas ada kesempatan untuk mengeluarkan mushhaf al-Quran dari saku baju, dan membacanya pun tidak mengganggu orang lain, maka bacalah al-Quran di saat ada kesempatan.

Selayaknya engkau mengatur jadwal acara harianmu dan mengatur kegiatan hidupmu sesuai kemampuan. Hendaknya seseorang tidak membebani dirinya dengan sesuatu di luar kemampuannya, karena hal itu bisa menyebabkannya kehilangan tenaga secara mendadak, sebelum berakhir waktunya.

“Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya”. (al-Baqarah: 286)

Jika kau temukan seorang muslim yang tidak melakukan amal-amal untuk akhirat, lalu setiap kali engkau mengingatkannya ia beralasan tidak ada kesempatan, itu pertanda kebodohan jiwanya yang tidak terdidik. Kebodohan disini maksudnya kepandiran orang dewasa, dan seolah-olah orang tersebut sudah sampai pada kedewasaan jiwa, tetapi ia tidak tahu bagaimana harus bersikap arif dan bijaksana.

Lihat: Rambu-Rambu Jalan Ruhani, 214-215, Said Hawwa, Robani Pres.

Aunur Rafiq Saleh Tamhid lc.