Penguin Magellan

JoseEHernandezWorld.com

Bukan badut bukan kanak bukan hitam
bukan pula putih, tapi tegak vertikal

dan si polos yang seperti selalu bertanya

berbaju malam dan salju:

Sang ibu tersenyum pada pelaut,

seperti nelayan melihat astronot,

tapi anaknya tak tampak senyum

ketika dia menatap anak burung,

dan dari laut yang kacau balau

ada penumpang yang amat bersih

bangkit di perkabungan bersalju.

Aku, tanpa ragu, anak burung itu

di sana, di pulau-pulau menggigil

ketika dilihatnya aku dengan matanya,

dengan matanya samudera purba:

tanpa sayap, tak juga lengan

kecuali dayung kecil yang kuat

di kedua sisi tubuhnya:

setua garam;

ketika zaman air masih mengalir,

dan dia melihatku dari zamannya:

sejak itu, aku tahu bahwa aku tak ada;

Aku hanya cacing di dalam pasir.

Ada dalih rasa ibaku

iba yang tetap tinggal di pasir:

burung yang religius,

burung yang tak perlu terbang,

burung yang tak perlu berkicau,

dan lewat bentuk tampaknya

dia burung berjiwa bebas berdarah garam:

maka dari urat nadinya laut paling dingin

jadi terpecahkan.

Penguin, pengembara yang tak kemana-mana,

Pendeta yang teguh tenang di kebekuan cuaca,

Aku takzim padamu, pada garam vertikalmu

Aku cemburu pada bulu-bulu kebanggaanmu.

 

(sumber)