RUMAH*

Alezalea

Melangkah sendiri aku di jalan itu, di seberang

padang padi, matahari di sana sedang tenggelam

bagai si kikir menyembunyi kilauan emas terakhir.

Terang siang tenggelam dalam dan lebih dalam

ke peluk gelap, dan panen telah dipungut dari ladang,

menjanda ditinggal petani, ia terhampar menyepi.

Tiba-tiba ada lengking suara bocah nyaring, menuding

ke langit. Tak tampak mata dilintasnya gelap angkasa,

lihat jejak nada lagunya, memintasi diamnya malam.

Kampung halamannya ada di sana, di ujung lahan kosong,

di antara ladang tebu, tersembunyi di antara bayang

pisang dan lampai pinang, pohon kelapa, dan nangka

hijau tua.

Aku sejenak menjeda langkah, diam sendiri di sinar bintang,

dan menebar pandang ke belakang, bumi mengelam,

mengepungkan gelap dengan lengan-lengannya, rumah

tak terbilang berperkakas buaian dan ranjang nyaman,

hati ibu dan lentera malam, dan hidup mula yang gembira

dengan kegirangan yang tak pernah tahu betapa bernilainya

dia bagi dunia.

 

(Sumber)