Ritual Mandi

Hasan aspahani puisi sajak ritual mandi
puisi sajak ritual mandi oleh Hasan Aspahani

– 1 –

ia ingin ada yang memandikannya,

di sumur tempat mula dulu, ia menimba

umur, di sumur yang jernih airnya dulu

pernah membasuh matahari tiap pagi.

ia sudah lepaskan seluruh dirinya

tinggal jiwa yang telanjang, yang

menggigil teringat suara yang dulu

melepas pergi, dan kelak memanggil pulang.

– 2 –

hidup cuma sehari, saudara, cuma dua

kali mandi, kau mulai saat kau bayi,

lalu sekali lagi mandi ketika kelak

kau mati.

di antaranya? ah! siapa

yang suruh kau kotori

diri sendiri!

– 3 –

di suatu pagi, di kamar mandi,

sudah ia siapkan upacara, bersama

sabun yang tulus, handuk yang tabah

air di bak yang pasrah, gayung biru

yang tak pernah lelah, kran air

yang pemurah, sikat gigi yang ramah,

doa di pintu yang resah, juga sebuah

siul yang selalu gundah.

mestinya ia bersegera mandi,

“apa lagi yang kau nanti, saudara?”

“tunggu, tunggu! tubuhku,

di mana tubuhku!”

– 4 –

seperti archimedes, sudah berhari-hari

ia tak mandi, mencari jawab teka-teki

muskil itu, lalu di hari kesekian

di puncak ketidaktahuan, ditanggalkannya

seluruh pakaian, lalu diperhatikannya

tubuh telanjang di cermin besar di kamar

mandi itu, dan tiba-tiba ia merasa

telah menemukan sesuatu yang selama ini

ia cari.

“eureka! eureka!”

akhirnya…

– 5 –

cinta mereka tumbuh di mana-mana

dan terutama di kamar mandi, wah!

alangkah suburnya, alangkah suburnya

sebab cuma di sana, mereka punya

dua alasan untuk selalu telanjang

menanggalkan seluruh bayang bayang-bayang

alasan pertama, dan alasan kedua

rasanya tak perlu disebutkan dalam

puisi yang sopan santun ini

ya, di kamar mandi cinta mereka

tumbuh subur sebab mereka bisa

selalu kangen bertemu, untuk

alasan pertama, lalu melakukan

sesuatu dengan alasan kedua, atau

sebaliknya, atau sekaligus kedua-duanya

ya, di kamar mandi yang showernya

selalu mengucurkan air ke tubuh

mereka, cinta mereka tumbuh dengan suburnya.

Jan2003

(Sumber)