Tanda-tanda Hati yang Mati

hati yang mati

Seruni.id – Hati yang mati dapat didefinisikan sebagai hati yang tidak memiliki kehidupan di dalamnya. Hati yang mati tidak akan mengenal Allah SWT dan Rasulullah Muhammad.

Ia hanya akan menuruti hawa nafsu dan hanya mengejar dunia. Bahkan ia tidak akan peduli pada amalan baik apa yang sudah ia kerjakan seakan ia bakal hidup di dunia untuk selamanya. Ia tidak akan dapat menerima nasihat baik dan tidak dapat menerima kebenaran yang jelas sudah pasti adanya. Karena Allah telah menutup mata hatinya dan menutup pintu hidayah untuknya. Astaugfirulloh. Berikut beberapa tanda-tanda hati yang telah mati diantaranya:

1. Berani meninggalkan sholat ”Tarkush sholah”.

Hati yang mati tidak akan mengingat Allah sehingga akan berani meninggalkan sholat yang wajib hukumnya. Hati yang berani meninggalkan sholat akan merasa tenang-tenang saja ketika meninggalkan sholat. Padahal perintah untuk wajib untuk melakukan sholat telah tertuang dalam Al Qur’an yaitu:

Dalam QS. Al Baqarah ayat 277

(إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ (٢٧٧

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tidak (pula) bersedih hati. “

Perintah sholat itu wajib, juga tertuang dalam QS. An-Nisa ayat 103 yaitu:

فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِكُمْ فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا ١٠٣ 
Artinya: “Selanjutnya, apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah ketika kamu berdiri, pada waktu duduk dan ketika berbaring. Kemudian, apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”
2. Tenang tanpa merasa berdosa padahal sedang melakukan dosa besar. “Adzdzanbu bil farhi”.

Tenangnya orang yang sedang berbuat dosa dan maksiat itu karena hatinya tidak lagi merasakan jeleknya perbuatan dosa yang dilakukan. Sehingga dosa yang dikerjakan menjadi suatu kebiasaan baginya. Lebih parah lagi dia tidak akan peduli dengan pandangan Allah dan Rasul dan dia tidak akan malu pada manusia serta mengacuhkannya. Dia akan bangga terhadap maksiat yang dilakukannya. Hal itu merupakan salah satu ciri hati yang mati

Jika sudah seperti ini dia tidak akan dimaafkan. Sebagaimana berita dari Rasulullah :

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلاَّ الْـمُجَاهِرِيْنَ، وَإِنَّ مِنَ الْـمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَََّيْلِ عَمَلاً ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللهُ عَلَيْهِ فيَقُوْلُ: يَا فُلاَنُ، عَمِلْتُ الْبَارِحَة كَذَا وَكَذَا. وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ، وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللهِ عَنْهُ
 
“Setiap umatku akan dimaafkan kesalahan/dosanya kecuali orang-orang yang berbuat dosa dengan terang-terangan. Dan termasuk berbuat dosa dengan terang-terangan adalah seseorang melakukan suatu dosa di waktu malam dan Allah menutup perbuatan jelek yang dilakukannya tersebut2 namun di pagi harinya ia berkata pada orang lain, “Wahai Fulan, tadi malam aku telah melakukan perbuatan ini dan itu.” Padahal ia telah bermalam dalam keadaan Tuhannya menutupi kejelekan yang diperbuatnya. Namun ia berpagi hari menyingkap sendiri tutupan (tabir) Allah yang menutupi dirinya.”
(HR. Al-Bukhari no. 6069 dan Muslim no. 7410)
Bila dosa telah menumpuk, hatipun akan tertutup dan mati, hingga ia termasuk orang-orang yang lalai. Allah berfirman:
كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوْبِهِمْ مَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
 
Artinya: “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (Al-Muthaffifin: 14)

3. Tidak tersentuh hatinya bahkan menjauhi ayat-ayat Al-Qur’an “Karhul Qur’an”.

Hati yang mati, ketika disampaikan nasehat dan ancaman Allah ia tidak akan tersentuh hatinya. Dia juga tidak akan terpengaruh, tidak mendengar, lalai membaca Al-Qur’an sehingga berpaling dari Al Qur’an. Padahal AL-Qur’an adalah sebenar-benarnya petunjuk dari Allah untuk menjalani kehidupan dunia dan akhirat.

4. Terus menerus berbuat maksiat. “Hubbul ma’asyi”.

Lalai sungguh merupakan penyakit hati yang berbahaya, ketika ia sudah menajalar dalam hati dan bersarang dalam jiwa manusia maka ia akan menutup hati seorang hamba dan menjadikan anggota badan saling mendukung untuk menutup datangnya hidayah, sehingga hati akan terkunci rapat. Hati yang mati dan hati yang terkunci rapat akan selalu dapat berbuat maksiat.

Baca juga: Perbedaan Antara Kata Hati dengan Bisikan Setan

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman: 

(أُولَئِكَ الَّذِينَ طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ (108
 
Artinya: “Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah, dan mereka itulah orang-orang yang lalai” (QS. An-Nahl:108)

5. Sibuknya mengumpat, fitnah, dan berburuk sangka “Asikhru”.

Berbicara itu mudah, yang berat adalah mempertanggungjawabkan apa yang telah keluar dari mulut kita. Sebenarnya apa yang keluar dari mulut kita menunjukkan siapa diri kita sebenarnya. Perkataan yang buruk menunjukkan keburukan kita sendiri dari pada orang yang kita hina. Sedangkan eprkataan yang baik adalah pembuktian kemusliman seseorang. Hendaknya kita dapat memastikan apa yang keluar dari mulut kita adalah perkataan yang baik-baik dan bermanfaat. Sibuknya mengumpat, memfitnah, dan berburuk sangka perlahan-lahan akan menutupi hati dan membuatnya mati.
Berdasarkan Al-Qur’an dalam surat Al-Hujuraat ayat 6 yang berkaitan dengan larangan berburuk sangka dan menggunjing berbunyi sebagai berikut :

(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ (٦
 

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.

Sumber : jakartaislami.blogspot.co.id