Wow, Kapten Muslimah Pertama Australia, Mona Shindy, dengan Hijab Berkarir di Kapal Perang

Mona Shindy

Seruni.id – Secara umum, tidak bisa dipungkiri bahwa banyak orang mungkin berpikir, hijab menjadi salah satu penghalang kesuksesan karir seorang perempuan. Alhamdulillah, sepertinya stigma buruk tentang penerimaan perempuan berhijab belakangan ini mulai memudar.

Seperti yang kita lihat beberapa waktu ini, tidak sedikit muslimah yang meraih kesuksesan karirnya tanpa mengumbar auratnya. Bahkan, beberapa selebritis saat memutuskan berhijab, dia tidak kehilangan pekerjaannya, malah bisa tambah melejit nama serta kesuksesannya.

Sudah kita saksikan bersama, banyak perempuan berhijab di Indonesia yang tetap bisa berkarir cemerlang pada profesi-profesi designer, artis, model, penyanyi, presenter, dan politikus sekalipun.

Mona Shindy

Yang lebih menarik, ternyata penerimaan dan pengakuan terhadap eksistensi dan karya perempuan berhijab ini juga mulai terjadi di negara-negara yang penduduknya bukan mayoritas muslim. Salah satunya adalah Australia.

Di Negeri Kangguru, Australia, diketahui ada seorang perempuan berhijab yang menduduki posisi penting dalam kepemimpinan. Perempuan berhijab tersebut menduduki profesi penting di bidang militer, yang kerap berhubungan dengan aktivitas fisik berat, memegang senjata, hingga berjibaku dalam perang.

Perempuan berhijab yang menduduki posisi penting di militer Australia adalah Mona Shindy. Mona merupakan perempuan berhijab pertama yang menjadi kapten Royal Australian Navy atau angkatan laut Australia. Jauh sebelum pangkat tersebut disandang, hijab telah melekat dalam keseharian Mona.

Mona Shindy

Tidak hanya menjadi seorang kapten, Mona juga ternyata merupakan Kepala Penasihat Islam Angkatan Laut, serta teknisi. Di luar profesinya tersebut, wanita asal Mesir itu merupakan ibu dari tiga orang anak.

Ya, keluargan Mona merupakan imigran dari Mesir. Saat masuk ke Australia, Mona berusia tiga tahun. Meski harus kehilangan ayahnya pada usia 14 tahun, Mona tidak patah arang berjuang untuk mencapai apa yang dicita-citakan.

Mona mengambil gelar sarjana teknik senjata untuk kapal perang ketika usianya masih 23 tahun. Setelah lulus, ia pun langsung memutuskan bekerja di kapal dan kini telah berdedikasi selama 26 tahun.

Tentu saja tidak mudah bagi Mona untuk menjalani kariernya sebagai seorang pemimpin militer Angkatan Laut, teknisi, dengan menggunakan hijab. Pastinya banyak yang tak menyangka serta heran dengan pilihan profesi Mona untuk bekerja di kapal perang.

Mona Shindy

Mona membuktikan dedikasinya di dunia militer tanpa pernah menanggalkan imannya. Menurut Mona, iman yang terwujud dalam bentuk kejujuran dan integritas sedianya jangan dihadirkan ketika berdoa saja. Sebaliknya, iman perlu dihadirkan dalam segala kegiatan. Sebab, dengan berlandaskan kebenaran yang bersumber dari iman, kesuksesan lebih terlihat nyata di depan.

Perempuan yang juga menjadi kepala Navy’s Islamic Advisor ini pun juga mengaku, bila butuh waktu baginya untuk bisa membaur dan diterima di dalam masyarakat Australia. Namun, Mona mengatasinya dengan komunikasi yang baik.

Beragam suka dan duka dilaluinya terutama saat menjadi kapten HMAS Canberra dan menguji rudal di Pasifik. Ia tidak tidur di atas kasur yang nyaman tapi harus bisa menyesuaikan keadaan. Hal ini menjadi risiko dari pekerjaannya. Mona pun mengatakan tak hanya dirinya saja tapi banyak insinyur wanita yang bekerja lebih keras untuk membuktikan bahwa dia benar-benar berkompeten.

Mona Shindy

Belum lagi ketika bulan Ramadan. Mona mengatakan bahwa dirinya harus menjelaskan kepada para letnan muda agar menyisihkan makanan untuknya karena ia berpuasa. Namun tidak semua orang yang mau mendengarkan penjelasannya tersebut dengan baik. Beberapa dari mereka tidak peduli dengan Mona. Bahkan terkadang ia hanya disisakan beberapa kaleng tuna untuk buka puasa.

Ketika mendapatkan prilaku kurang menyenangkan dari rekan kerjanya, Mona tidak marah. Hal itu justru memicunya untuk bisa lebih baik lagi di tempat kerja. Mona mencoba bergabung dengan rekan kerjanya dengan melakukan pekerjaannya secara profesional dan berusaha untuk mendapatkan hasil terbaik, yang pada akhirnya rekan-rekannya itu akan menghormati itu.

Tantangan yang dihadapi Mona tak hanya seputar lingkungan kerja tapi juga sebagai seorang ibu. Pekerjaannya tersebut menuntut Mona untuk jarang di rumah. Mona biasanya hanya bisa pulang setiap dua bulan hingga enam bulan sekali.

Syukurnya, Mona mengatakan bahwa suaminya tetap mendukung kariernya. Oleh sebab itu, ia tetap berusaha menjadi istri sekaligus ibu yang baik untuk putra dan putrinya tercinta. Berkat kegigihan itulah, Mona kini menjadi role model yang inspiratif bagi banyak perempuan berhijab, baik di Australia, maupun di penjuru dunia.

Oleh karena itu, kita seharusnya tidak boleh ragu dan merasa berkecil hati untuk mengembangkan karir tanpa harus menanggalkan hijab yang merupakan bagian dari keimanan seorang muslimah.